Saturday, May 14, 2011

Ibuku

Aku biasa memanggilnya ‘mama’… untukku dia wanita hebat… sangat hebat… lebih banyak bicara dengan kepala, bukan hati. Karenanya dia juga wanita yang sulit untuk dicintai. Kata-katanya yang selalu kuingat adalah bahwa aku tidak boleh mengeluh: ‘Jangan pernah berkata kamu tidak bisa. Semua pasti ada caranya.’ Waktu aku kecil aku pernah pulang ke rumah dari bermain bersama teman-teman sambil menangis karena aku dijahilin oleh mereka. Tahu apa yang dia katakan padaku? ‘Kalau kamu main dan pulang sambil menangis, kamu tidak usah main saja.’ Sejak itu apa pun yang terjadi, aku tidak pernah pulang menangis. Sampai suatu hari, menurut cerita ibuku, dia didatangi oleh ibu-ibu lain yang bercerita betapa nakalnya aku.

Dia tidak pernah bereaksi berlebihan terhadap segala kegembiraan atau prestasi… buatnya semua hal itu kewajaran belaka. Naik kelas, lulus sekolah, kerja … bukan hal yang istimewa buat dia… ‘kalau orang sekolah ya harus lulus’ … ‘kalau orang sudah lulus ya harus kerja’… Pernah aku menelponnya untuk laporan tentang nilai semester. Dari 12 mata kuliah yang aku ambil waktu itu, hanya ada satu nilai ‘B’… yang lain ‘A’… dan reaksinya persis seperti yang aku bayangkan: “Kenapa ada nilai ‘B’? Kenapa tidak semua ‘A’?

Aku dan dia sama-sama keras kepala, karenanya kami sering bertengkar. Pertengkaran yang pernah menempatkan kami pada pilihan ‘Kau’ atau ‘Aku’ yang menang… you have to die for me to live dan sebaliknya. Waktu aku masih sangat muda (SD-SMP) aku selalu membantah kalau dimarahi. Dan yang tadinya cuma bara akhirnya menjadi api. ‘Kalau dimarahi, selalu membantah!’ katanya marah. Ketika aku semakin besar (SMA-Kuliah), aku menyadari bahwa pertengkaran hanya akan menyakiti hati kami berdua karenanya aku memutuskan untuk tidak mengatakan apa-apa ketika aku dimarahi. Apa hasilnya? ‘Diajak ngomong kok diam saja???? Nggak mau mendengarkan!!!!’ katanya.

Ketika aku bertambah dewasa, aku dan dia lebih bisa berkompromi untuk lebih saling memahami. Meskipun bukan berarti menghilangkan perbedaan yang ada, tapi setidaknya bisa mengurangi letupan-letupan yang muncul.

Dulu aku sempat punya ‘resentment’ yang amat sangat terhadap dirinya, sekarang sebagai seorang ibu aku lebih bisa memahami dirinya dan ‘her determinations’ untukku …

Aku mencintainya dengan caraku… seperti dia yang aku yakin juga mencintaiku dengan caranya…

*Beda usia, beda generasi akan menciptakan perbedaan… harus belajar banyak untuk memahami orang lain terutama orang tua…*

No comments: