Saturday, December 25, 2010

You are in my heart

I can’t thank you enough for being there for me in my darkest time
For patiently listening to my whining and moaning about myself
I can’t give you one thing I desperately want to give you
You only have to know that you always have a place in my heart

Thursday, December 23, 2010

Straight, lesbi, homo

Lain ladang, lain belalang… Lain lubuk, lain ikannya. Peribahasa ini kaya’nya berhubungan erat sama interpretasi soal gandengan or pelukan.

Di Indonesia, kalau cowok sama cewek pelukan or gandengan, orang pikir itu mereka keterlaluan. Showing affection di depan orang banyak? WOW tabu banget … at least masih uneasy lah buat dilihat. Sekalipun sekarang udah banyak cowok dan cewek yang mulai gandengan dan pelukan di tempat umum seperti Mall tapi masih dilirik orang ….

Kalau cewek sama cewek pelukan or gandengan… itu nggak pa pa. Biasa aja dan nggak ada orang yang akan mengkategorikan mereka sebagai lesbian.

Kalau cowok sama cowok gandengan or pelukan, meskipun jarang banget kejadiannya tapi di Indonesia kaya’nya hal ini masih bisa ditrima dalam konteks guyon.

Nah … kalau untuk masyarakat ‘barat’ (Australia masuk ‘barat’ juga ternyata ya? Bukan selatan) gandengan dan pelukan ini bisa diartikan beda;

kalau cowok sama cewek gandengan, pelukan, ciuman, malah nggak pa pa.

Lha kalau cewek and cewek gandengan dan pelukan, pasti diliatin orang dikira lesbi.

Kalau cowok dan cowok pelukan dan gandengan … nah kemungkinan besar mereka homo…

Thursday, December 9, 2010

Aku salah

Aku salah…
Aku tidak akan pernah mampu menerimamu apa adanya…
Aku terlalu selfish untuk seperti itu…
Aku hanya menginginkanmu untuk diriku sendiri…
Atau tidak memilikimu sama sekali…
Aku tak akan sanggup bertemu denganmu saat ini…
Tidak…
Tidak saat kau tidak sendiri lagi…
Tapi siapa aku?
Aku hanyalah seorang yang tak boleh menginginkanmu…
Hanya seorang yang tak bisa memilikimu…
Kau akan melihatku tersenyum…
Kau akan melihatku tertawa…
Tanpa selintas sedih…
Tanpa setetes air mata…
Aku hanya punya cinta yang tak juga mau mati…

Monday, December 6, 2010

Betapa selfishnya Igor …

Hari Rabu, ada pertandingan futsal dan latihan dalang untuk pementasan wayang 5 bahasa. Aku yang memanageri tim futsal Sastra sudah ‘emosi tinggi’ karena beberapa pemain datang terlambat. Sempat berteriak marah di telpon ke salah satu pemain (maaf ya Leo…) … sampai ada sms masuk dari Igor:

Message received
‘Madam… hari ini aku nggak bisa latihan dalang.’

Sungguh sms yang datang pada saat yang salah…

Message sent
‘Kenapa?’

Message received
‘Aku mau jalan-jalan sama teman2 basket.’

DOOONNNGGGGG  wrong answer!!!

Aku langsung menelpon dan dengan usaha keras ngomong sesopan mungkin dengan menekan kemarahan sedalam mungkin…

‘Usahakan bisa datang sebentar sekalipun terlambat…’

“Ya…,” jawaban dari ujung lain

Lalu ada sms masuk beberapa lama kemudian:

Message received
‘Maaf madam… aku bener2 nggak bisa datang.’

That’s it … batinku … aku nggak mau memperpanjang emosiku … bisa mati muda aku ngurusin mahasiswa2 yang ‘tidak bertanggung jawab’…jadi aku biarkan saja sms itu tidak terjawab …

Keesokan harinya Igor datang ke pertandingan futsal. Aku yang masih emosi malas menyapa soalnya aku tahu kalau aku kelepasan omong sama aja aku cari musuh …
Sampai tiba2 dia berdiri di depanku dan bilang:

‘Madam, untung lho madam masih bisa ketemu aku hari ini… kemarin aku hampir mati.’

Aku memandang dia dengan takjub dan dalam hati aku bicara: “Astaga… anak ini … dimana-mana juga kalau ada orang nyaris mati tapi masih diberi kesempatan lagi buat ketemu teman2nya pasti akan bilang “Untung aku masih bisa ketemu kalian hari ini” bukannya “Untung kalian masih bisa ketemu aku” …gitu … emang kamu pikir penting ya ketemu kamu? Who cares?”

Aku nggak sanggup ngomong… aku memilih berlari ke pinggir lapangan futsal dan berteriak-teriak menyemangati tim Sastra…

Aku dan pulang

Mending aku tulis dan ngomong ke kamu langsung daripada aku nyesek sendiri. Di dalam pikiran dan hati orang yang pergi, tempat yang ditinggalkannya seakan membeku dan tak pernah berubah, begitu juga orang-orangnya. Waktu berhenti saat dia pergi. Sekalipun secara rasional dia tahu bahwa dia tak mungkin menghentikan waktu dan perubahan, tapi hati dan pikirannya tak mampu merasionalisasi semua itu. Karenanya aku malas pulang. Aku pernah mengalaminya dan tak mau mengalaminya lagi. Rasa asing melihat tempat yang dulunya adalah ‘rumah’ bagiku, dan rasa terasing ketika bertemu dengan orang-orang yang dulu menjadi bagian dari hidupku. Aku rindu pulang, tapi aku takut dengan semua itu. Aku, orang asing untuk diriku sendiri.

"Aku sudah berjalan terlalu jauh untuk bisa kembali
Aku sudah terbang terlalu tinggi untuk bisa pulang lagi"