Friday, March 11, 2011

RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional)

Membaca tentang RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional dan bukan Rumah Sakit Bersalin untuk Ibu) yang menghadapi banyak kendala terutama tentang pemakaian bahasa Inggris sebagai bahasa pengantarnya sebenarnya sudah merupakan hal yang sudah bisa ditebak.

Kisah orang Indonesia dengan bahasa Inggris itu seperti kisah love-hate relationship. Di satu sisi orang merasa perlunya bahasa Inggris untuk berkompetisi di pasar global, di sisi lain ada ketakutan kita akan kehilangan identitas kita sebagai suatu bangsa ketika kita belajar bahasa lain. Rasanya persis seperti orang Jawa bilang, ‘ditarik sirahe, digoceki buntute’ (ditarik kepalanya, tapi dipegangi ekornya). Diminta bisa berbahasa Inggris tapi harus berbahasa Indonesia (plus plus berbahasa daerah). Yang ada adalah bingung… biNGUNG…BINGUNG…. .

Jujur saja, bahasa Inggris bukan bahasa yang kita pakai sehari-hari. Jadi pastinya, guru-guru dan murid-murid yang ada di sekolah-sekolah itu pasti tidak menggunakannya dalam kehidupan sehari-hari. Ketika ada keharusan untuk mengajarkan mata pelajaran dalam bahasa Inggris di sekolah-sekolah RSBI, aku membayangkan bahwa guru-guru plus murid-muridnya itu akan berjuang dengan sedikitnya dua hal (yang berhubungan dengan bahasa Inggris) pertama berhubungan dengan mata pelajaran yang harus diajarkan dalam bahasa Inggris, yang kedua dengan komunikasi bahasa Inggrisnya.

Mata pelajaran yang disampaikan dalam bahasa Indonesia pun tidak menjamin bahwa murid akan memahami bahan ajar tersebut, apalagi ketika pelajaran itu disampaikan dengan bahasa asing. Belum lagi tuntutan pemakaian bahasa Inggris untuk berkomunikasi antara guru dan murid di kelas. ‘Menanyakan sesuatu yang tidak dimengerti dengan menggunakan bahasa yang tidak dimengerti untuk menghasilkan jawaban yang lebih bisa dimengerti dengan bahasa yang tidak dimengerti’ Woa … ternyata absurd juga.

Sebagai guru bahasa Inggris, aku punya kesadaran tentang pentingnya bahasa Inggris untuk bisa bersaing secara internasional. Namun aku juga tahu sekali bahwa untuk punya kemampuan berbahasa Inggris yang baik untuk mengajar, apalagi mengajar mata pelajaran bermuatan ilmiah seperti ekonomi, fisika, matematika, biologi, dsb., benar-benar membutuhkan waktu, tidak bisa instant dua tiga tahun saja. Hal lain yang perlu dipertimbangkan lagi adalah apakah pemakaian bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah itu tidak menciderai kebanggaan kita atas bahasa nasional kita? Karena menjadikan bahasa Inggris sebagai pengantar pendidikan itu konsekuensinya luas. Bahkan sampai pada perubahan terhadap pola pikir segala karena kan bahasa punya karakter berbeda-beda.

Bahkan Danny Whitehead, Head of English Development British Council, maupun Hywel Coleman, konsultan pendidikan di British Council Indonesia mengatakan kalau RSBI harus dievaluasi terutama efektifitas dalam pengajaran menggunakan bahasa Inggris.* Mereka bilang kalau sebenarnya Indonesia nggak perlu menkopi mentah-mentah kurikulum negara lain, bisa pakai kurikulum negara sediri. Nah, mungkin yang sekarang perlu disepakati adalah apa sebenarnya arti bertaraf internasional itu. Sekedar memakai bahasa Inggris dan pakai internet? Atau punya kualitas yang sejajar dengan negara-negara maju? Kok pendidikan kita jadi tambah carut marut begini ya....

*Sumber: Kompas.com ‘Bahasa Asing di RSBI tidak Efektif’, Jumat, 12 November 2010 [Diunduh pada tanggal 12 November 2010 jam 2.04].

Ps. Ada catatan kecil nih: semoga saja Pak Whitehead dan Pak Coleman tidak bermaksud bilang bahwa, ‘You say that you teach your students using English language but speaking frankly, it doesn’t sound like English language for me.’ Swt deh…

No comments: