Friday, August 31, 2012

Apple? Samsung? dan Pemudik bermotor


Di tengah keasyikan baca perseteruan antara Apple dan Samsung tentang smartphone dan tablet di Kompas.com plus baca komentar-komentar pembacanya, terbaca di kolom kecil survey Kompas pertanyaan: Korban tewas terbanyak adalah pemudik sepeda motor. Apakah mudik dengan sepeda motor harus dilarang? Pilihan: ya/tidak.


Hmmm…
Pertanyaannya adalah: apakah para pemudik dengan motor itu punya pilihan??? Sama seperti kalau mereka diberi pilihan absolut: Apple atau Samsung? … mereka pasti susah menjawab karena mereka tidak mungkin memilih satu di antara dua merek itu. Mau Apple atau mau Samsung… mereka sama sama tidak bisa beli…. :)

Berdasarkan pengalaman pribadi, naik motor di jalanan Semarang yang semakin padat setiap tahunnya amat sangat lebih nyaman dan cepat dibandingkan naik mobil.
Kalau pas macet mobil harus berhenti dan mengantri, motor bisa naik ke trotoar, turun ke badan jalan, menyelinap di antara mobil-mobil, dsb. Pokoknya segala atraksi acrobat bisa dilihat.

Polisi lalu lintas juga tidak bisa berbuat banyak terutama tentang jumlah penumpang di sepeda motor. Pernah dalam pemeriksaan lalu lintas, aku yang memboncengkan Dito dan 1 teman sekolahnya di boncengan belakang dan membawa Yogis juga (duduk di depanku) … hanya dikomentari  oleh Pak Polisi: “Waduh… anaknya banyak ya Bu…” … Dan aku berkomentar, “Iya pak… habis jemput sekolah ini…” Tanya jawab yang terkesan tidak nyambung tapi ada kesepakatan tidak tertulis antara pak Polisi dan aku… it is unavoidable… benar-benar situasi yang tak terhindarkan. Iya kan: kalau seorang ibu harus menjemput 3 anaknya dari sekolah dan dia punya motor …  ya motor-lah yang dipakai untuk menjemput … kalau naik angkot … berapa duit coba yang keluar untuk perjalanan pp?

Illustrasi: Rumahku sekitar 4 kilo dari sekolah Dito n Yogis, naik angkot butuh 4x1000x2(pp) = 8000… x 6 hari sekolah x 4 minggu = 192.000,-  Bandingkan dengan naik motor yang hanya butuh diisi 15.000 per tiga hari… (bensin per liter 4.500) itu juga sudah plus plus dipake ke tempat kerjaku (nggak cuma antar jemput sekolah thok…). Selisihnya bisa buat ‘live another day’ begitulah pokoknya…
… dengan pendapatan perkapita yang hanya $2,850 per tahun … uang yang bisa dihemat jadi sangat berharga untuk orang Indonesia….
Sama dengan para pemudik … it is unavoidable … tiket bus pasti tuslah lebaran, yang artinya bisa dua kali lipat dari tariff  hari biasa. Katakanlah biasanya 100.000 dari Jakarta-Semarang, bisa jadi 200.000… itu sebalik … kalau  bolak-balik berarti 400.000. Keluarga dengan 2 anak akan menghabiskan 1.600.000 hanya untuk naik bis. THR yang satu kali gaji (buruh) tidak akan nutup atau cuma sisa sedikit … dan jadi tak berarti… Naik kereta, travel apalagi pesawat juga sama…
Naik motor? Ya satu-satunya pilihan yang paling murah… motor biasanya konsumsi bensinya berkisar 1:30-40 … maksudnya 1 liter bisa untuk 30-40 kilometer (ada yang lebih irit juga sih sampai 1:50) tapi katakan saja setiap 30 km butuh 1 liter  bensin, artinya untuk jarak 500 km (Jakarta-Semarang) hanya butuh sekitar 17 liter bensin x 4500 = 76.500 sekali jalan, dua  kali jalan? Ya kalikan dua saja… lebih murah dari tiket sekali jalannya bis… sudah murah, sampai depan rumah (kl  naik bis, kereta, n pesawat tetep g bisa sampe depan rumah n masih harus extra uang buat angkutan ke rumah)… dan bisa sambil pamer kalau punya motor … (pamer perhiasan emas sudah bukan jamannya lagi sepertinya.) …  uang THR jadi bisa dipakai untuk yang lain …
Jadi 1.600.000 atau 153.000? Buat pemudik motor, kenyamanan bukan segalanya… yang penting duit bisa cukup buat pulang kampung dan lebaran… toh cuma setahun sekali…
Keselamatan? EHHHmmmphhhh…  orang Jawa bilang, “Wong lungguh neng njero omah wae isa mati… (Orang duduk di dalam rumah aja bisa mati…)” dan harap diteruskan sendiri … dan disimpulkan sendiri …
Dan yang pasti, g usah repot-repot tanya: Apple atau Samsung?
Karena opor atau sambal goreng? Mungkin lebih tepat ditanyakan…

3 comments:

Mel said...
This comment has been removed by the author.
bybyq said...

Pertanyaanya adalah kenapa harus ada tradisi mudik saat lebaran?

Saya tahu kalau menjaga tali silaturahmi is the key point here. Tapi, kenapa harus PAS lebaran? Kenapa ga H+2 atau H+3, masih dalam suasana lebaran tapi harga tiket udah nggak mahal2 amat, jalanan udah ga macet2 amat...

I realise that this is cultural, the spirit of togetherness, but I don't think it is a life-death thing. I mean, in this country they celebrate Christmas too, and my family always want to be together in Chinese New Year. But... yeah...

Maybe it was me who don't understand, but I really think that you can only party when you have a lot of money. If you don't: save it godammit.

Gloria Putri said...

Semarang padetttt pemudikk nih madammmm..... #edisi komen OOT
wkwkwkwkwk