Friday, November 18, 2011

Untukmu, Untukku, Untuk kita yang sedang berjuang

Seorang teman mengirimku text,"Am I pushing myself too hard?"
Aku menjawabnya,"U never know the limit if you never try to push it."

Kata "gagal" hampir tidak pernah mampir dalam kamus hidupku. Bukan berarti aku nggak pernah gagal cuma aku berusaha untuk tidak mengartikannya sebagai "the end of the world." Aku sering merasa panik, putus asa, menangis, mengasihani diri sendiri, menuduh diri sendiri "goblok" dan "bego", merasa dunia sudah gelap gulita dan "no way out" terpampang di di depan mataku kalau ada masalah atau kegagalan menimpaku. Aku sering merasa bahwa orang-orang akan menertawakan kegagalanku karena aku merasa tidak semua orang suka kalau aku "sukses". Tapi biasanya setelah aku bisa menenangkan diri sendiri, ketika aku sudah bisa berpikir jernih, yang ada di pikiranku cuma satu, "I have to stand tall and fight back. click ... click ... click ... Escape plan A, escape plan B, escape plan C ... ." Aku harus membuktikan pada diri sendiri, bukan pada orang lain, bahwa aku bisa bangkit dan menjadi lebih baik.

Apakah itu menjadikan aku seorang yang ambisius? Aku pikir tidak. Aku adalah orang yang biasa-biasa saja. Tidak terlalu pinter, tidak terlalu ambisius, tidak terlalu ngoyo (push my luck too hard). Tapi aku adalah orang yang kalau aku boleh memuji diri sendiri: tidak takut pada tantangan dan orang yang punya "mimpi".

Aku percaya bahwa dalam hidup ini orang harus punya "mimpi", tanpa "mimpi" itu orang tidak akan pernah bisa maju ke depan, tidak pernah akan berkembang. "Mimpi" itu bisa menjadi target hidup. Mimpi yang aku maksud di sini bukan mimpi yang ngawur seperti mimpi dapat lotere bermilyar-milyar atau mimpi jadi dinosaurus ya. Mimpi di sini maksudnya sesuatu yang masuk akal. Ketika aku punya "mimpi", aku akan berusaha untuk meraihnya sampai berdarah-darah sekali pun.

Waktu mencari beasiswa S2 dan S3 dulu, semua jalur aku jalani. Aku cari informasi sebanyak-banyaknya. Dan itu tidak mudah karena ketika aku mencari beasiswa S2 dulu, internet tidak seperti sekarang. Semua masih manual: surat menyurat, kirim mengirim dokumen dan booklet via pos ke luar negeri yang bisa bikin kantong jebol, dan mengasah patience karena nunggu kabarnya lama amiiittt. Dan beberapa kali hanya mendapat balasan selembar kertas dengan inti tulisan "Anda belum beruntung." Begitu juga waktu mencari beasiswa S3. Dari kegagalan-kegagalan itu, aku belajar untuk memperbaiki "track record" (curriculum vitae) yang aku punya. Aku berusaha untuk fokus dan mempunyai "interest" yang aku suka tapi sekaligus berbeda dengan orang lain.

Untuk memperbaiki "track record" ini juga tidak gampang. Dalam pekerjaanku, aku harus banyak melakukan penelitian supaya bisa lebih "memahami" dan "mengakrabi" bidangku. Penelitian membutuhkan biaya. Jadi aku harus mencari dana untuk penelitian. Salah satunya adalah membuat proposal penelitian dan mengirimkannya ke pemberi dana yang menawarkan "grant penelitian". Aku pernah mengirimkan proposal ke salah satu pemberi dana sampai 4 kali (dengan perbaikan-perbaikan terus setiap tahunnya)yang sampai sekarang juga tidak tembus. Tapi ada yang setelah diperbaiki berdasarkan masukan reviewer di tahun sebelumnya, pada akhirnya dapat dana. I will never know how to be better if I never fail.

Jadi teman, berusahalah semaksimal mungkin, jangan takut untuk gagal. Karena kalau kita tidak mencoba, kita tidak akan pernah tahu sejauh mana kita bisa mengembangkan diri kita. Kalau kita tidak pernah gagal, kita tidak akan bisa menjadi lebih baik.

4 comments:

FeraSuliyanto said...

madam! I love this post! *kissmadam* :D

Angelika Riyandari (Ike) said...

@fera: thanks very... n ak tersipu krn dicium ... hehe

bybyq said...

Huaduh.. kagum sama anda yang tidak putus2 usaha untuk s2 dan s3. Saya juga sekarang sedang mengambil s2, dan kalo bisa sih nanti s3 nya bisa beasiswa... nanti pada waktunya, tolong diajari yaaa...

Angelika Riyandari (Ike) said...

@bybyq: thanks ... ok ... anytime u need me to tell you how... I'll try to help you the best I can ...