Setiap kali aku berkumpul sama mahasiswa dan makan bersama mereka, aku memposisikan diri seperti mereka terutama soal uang. Lepas dari berapa pun jumlah uang tak tunai siap ambil yang ada di rekeningku, aku berpatokan pada uang saku minimal mahasiswa tak berpunya. Suatu hari aku dan mahasiswa Sastra beramai-ramai datang ke pameran Fakultas Sastra di Java Mall. Setelah itu kami makan bersama di Pujasera. Kalau tidak salah ada Dee Dee, Anita, Igor, Karel, Danty, Dany dan aku. Dee Dee mentraktir Anita bakmi, Karel dan Igor memesan makanan untuk mereka sendiri-sendiri (nggak ingat apa), sedang Danty, Dany, dan aku cuma minum ‘Teh Tong Tji’ sambil memakan sedikit bakmi hasil pemberian (dengan penuh belas kasihan) Dee Dee dan Anita.
Bagaimana pun tabahnya kami bertiga yang tidak makan ini, perut kami tak bisa ditipu (setidaknya perutku tidak bisa ditipu). Aku mulai ribut mengumpulkan receh2 di tasku. Dari 5000 yang kupunya, 1500 sudah kepotong buat beli teh. Yang seribu buat bayar parkir. Berarti masih 2500. Aku tanya ke Danty, ‘2500 bisa dapat apa?’ Dan Danty menambah 2000. Jadilah 4500 rupiah.
Keributanku dan Danty membuahkan iba. Karel menyumbang 5000, Igor 5000… 14500… Dany menyumbang 200 perak… (Huh! Pelit) … Sisanya sumbangan Dee Dee dan Anita… Total uang pribadi dan sumbangan adalah 20200. Dengan uang iuran itu, aku dan Danty dengan riang gembira memesan nasi goreng.
Karel (yang belum begitu aku kenal waktu itu) sempat bilang dengan nada prihatin, ‘Eh… mau bayar pake uang-uang receh itu? Sini uangnya tak tukar pake yang utuh dulu.’ Dan dia menukar uang receh kami dengan 20000-an. Kasihan Karel, dia mungkin waktu itu merasa malu bareng-bareng ke Pujasera sama orang-orang ‘kere’. Padahal, ‘it’s not about money, Karel … it’s about confidence…’ hekekekekke…
Tahukah anda kemudian bahwa yang makan paling banyak adalah Dany yang cuma nyumbang 200 rupiah???
No comments:
Post a Comment