Di tengah keasyikan baca perseteruan antara Apple dan Samsung tentang smartphone dan tablet di Kompas.com plus baca komentar-komentar pembacanya, terbaca di kolom kecil survey Kompas pertanyaan: Korban tewas terbanyak adalah pemudik sepeda motor. Apakah mudik dengan sepeda motor harus dilarang? Pilihan: ya/tidak.
Hmmm…
Pertanyaannya adalah: apakah para pemudik dengan motor itu
punya pilihan??? Sama seperti kalau mereka diberi pilihan absolut: Apple atau
Samsung? … mereka pasti susah menjawab karena mereka tidak mungkin memilih satu
di antara dua merek itu. Mau Apple atau mau Samsung… mereka sama sama tidak
bisa beli…. :)
Berdasarkan pengalaman pribadi, naik motor di jalanan
Semarang yang semakin padat setiap tahunnya amat sangat lebih nyaman dan cepat
dibandingkan naik mobil.
Kalau pas macet mobil harus berhenti dan mengantri, motor
bisa naik ke trotoar, turun ke badan jalan, menyelinap di antara mobil-mobil,
dsb. Pokoknya segala atraksi acrobat bisa dilihat.
Polisi lalu lintas juga tidak bisa berbuat banyak terutama
tentang jumlah penumpang di sepeda motor. Pernah dalam pemeriksaan lalu lintas,
aku yang memboncengkan Dito dan 1 teman sekolahnya di boncengan belakang dan
membawa Yogis juga (duduk di depanku) … hanya dikomentari oleh Pak Polisi: “Waduh… anaknya banyak ya
Bu…” … Dan aku berkomentar, “Iya pak… habis jemput sekolah ini…” Tanya jawab
yang terkesan tidak nyambung tapi ada kesepakatan tidak tertulis antara pak
Polisi dan aku… it is unavoidable… benar-benar situasi yang tak terhindarkan.
Iya kan: kalau seorang ibu harus menjemput 3 anaknya dari sekolah dan dia punya
motor … ya motor-lah yang dipakai untuk
menjemput … kalau naik angkot … berapa duit coba yang keluar untuk perjalanan
pp?
Illustrasi: Rumahku sekitar 4 kilo dari sekolah Dito n Yogis, naik
angkot butuh 4x1000x2(pp) = 8000… x 6 hari sekolah x 4 minggu = 192.000,- Bandingkan dengan naik motor yang hanya butuh
diisi 15.000 per tiga hari… (bensin per liter 4.500) itu juga sudah plus plus
dipake ke tempat kerjaku (nggak cuma antar jemput sekolah thok…). Selisihnya
bisa buat ‘live another day’ begitulah pokoknya…
3 comments:
Pertanyaanya adalah kenapa harus ada tradisi mudik saat lebaran?
Saya tahu kalau menjaga tali silaturahmi is the key point here. Tapi, kenapa harus PAS lebaran? Kenapa ga H+2 atau H+3, masih dalam suasana lebaran tapi harga tiket udah nggak mahal2 amat, jalanan udah ga macet2 amat...
I realise that this is cultural, the spirit of togetherness, but I don't think it is a life-death thing. I mean, in this country they celebrate Christmas too, and my family always want to be together in Chinese New Year. But... yeah...
Maybe it was me who don't understand, but I really think that you can only party when you have a lot of money. If you don't: save it godammit.
Semarang padetttt pemudikk nih madammmm..... #edisi komen OOT
wkwkwkwkwk
Post a Comment